Kadang aku berpikir
mengapa kita bisa membenci seseorang tanpa mengenalnya terlebih dahulu, orang
bilang itu tidak adil, bagaimana bisa kita menilai seseorang itu buruk padahal
mengenalnya saja tidak. Ya, tapi itu yang aku rasakan sejak awal melihatnya di
kampus. Masih teringat jelas betapa aku sangat tidak menyukai sosoknya yang
bagiku angkuh, cari muka, hanya bisa hidup ber-geng dan hanya berteman dengan
orang-orang yang menguntungkan bagi nya maupun status sosialnya di kampus,
memandangnya saja aku tak sudi meskipun kami saling tahu kalau kami teman satu
angkatan. Terlebih lagi ketika aku tahu sahabatku berteman dekat dengannya,
"kenapa sih? kenapa harus berteman juga dengannya? kalian tidak merasakan
perasaan benci tanpa alasan?" tanyaku dalam hati. Terdengar sangat tidak
adil bukan?
Hari penentuan ketua
angkatan pun tiba. Para kandidatnya sudah dipromosikan dari jauh-jauh hari.
Krisna, teman akrabku, Leo si kutu buku yang aku yakin dia krisis pendukung dan
terakhir.. Galih, laki-laki yang aku benci tanpa alasan. Siang itu terasa
seperti biasa, seakan matahari berada tepat di atas kota pahlawan dan terasa
semakin panas ketika kabar itu datang. "Pasti Galih lah yang menang, dia
pantas jadi ketua angkatan kita" ucap seorang mahasiswi yang sedang
berlalu di depanku. "what? Galih? dia lagi?" pikirku sembari melihat
bayangan mereka yang perlahan hilang.
"Rey, kamu nanti sore ikut
voting kan?" Gres, sahabatku, menyapa.
"Jam berapa sih? jam 16.00
ya? liat nanti deh soalnya ini uda nggak ada jadwal kuliah lagi, mau balik kos
dulu, ngantuk"
Sudah bisa ditebak, aku tidak akan datang ke
acara tersebut. Bagaimana aku sanggup melihat dia dinobatkan menjadi ketua
angkatan? tersenyum palsu saja rasanya tak akan sanggup.
***
Malam itu terasa dingin sekali sampai aku tidak bisa merasakan luka di
tempurung kaki ku. Aku hanya bisa duduk termenung di depan tenda sambil menatap
bulan untuk mengobati rasa kecewaku karena tidak bisa menyaksikan perjalanan
malam para mahasiswa baru yang sedang ospek. Luka ini membuatku tidak mampu
berjalan di malam itu. Sungguh musibah yang sudah direncanakan oleh yang Maha
Esa. Dia menghampiriku, duduk disampingku lalu berbaring sebentar dan bangun
lagi.
"Kenapa nggak
ikut yang lain buat jaga pos malam?" Galih menyapaku.
"Nih.........."
Aku menunjuk perban yang membalut tempurung kaki ku dan aku harap itu sudah
cukup menjelaskan.
"Habis jatuh?
dimana?"
"iyaa, di
belakang tenda panitia"
Keadaan lalu hening, tidak ada
pembicaraan lagi diantara kami sampai tahun pun berganti.
Waktu berlalu begitu
cepat tanpa kita sadari hingga tak terasa sudah 3/4 perjalanan di kampus
tercinta ini. Tahun ajaran baru dimulai, tentu saja dengan suasana kelas yang
baru. Aku mulai mengamati satu per satu wajah-wajah di sekelilingku, beberapa
wajah sudah aku kenal dan beberapa lainnya masih asing. Seiring berjalannya
waktu, kelas finance pun semakin akrab. Kami saling bertukar informasi apabila
ada tugas yang cukup menguras otak. Semuanya berjalan lancar hingga suatu
siang, handphone ku berdering tanda pesan masuk :
“Hai rey, udah ngerjakan tugas investasi ?” Galih. Ya aku tidak salah
baca, itu chat dari dia. Dalam hati
“pasti mau nyontek nih” hahaha.
“Belum lih, masih coba diselesaikan, case nya susah” balasku.
“Aku sudah nih Rey, mau aku kirimin? aku dapat contekan dari Ocha, hehe”
“Boleh deh, kirim email ya,thanks lih”
Jujur, ini cukup aneh bagiku. Ada
angin apa tiba-tiba dia bertingkah seperti itu pada ku? Mencoba menghancurkan
penilaianku yang terlalu cepat? Dan tak lama kemudian ku terima email dari dia.
Wait, di akhir pesan tertulis “traktir aku makan ya sebagai gantinya”.
Sejak saat itu, tugas pun menjadi alasan kami ngobrol dan tertawa
bersama. Lenyap sudah penilaianku yang terlalu cepat tentang nya. Kini di mata
ku Galih adalah sosok laki-laki yang sangat humoris, humble, super care ke
siapa pun dan low profile. Hal ini membuat aku merasakan kenyamanan.
Tiga tahun aku hidup sebagai anak
kos di kota pahlawan, aku tidak pernah hafal peta kota tersebut. Tidak lain dan
tidak bukan karena memang dunia ku sebatas kos dan kampus. Galih mengubah
hidupku, mengajariku banyak hal dan mengenalkanku pada hal-hal baru. Jiwaku
terasa semakin hidup, hari-hari ku terasa semakin cepat untuk ku lalui. Hingga
pada akhirnya dia menyatakan cinta. Aku merasakan kebahagiaan layaknya di
negeri dongeng dan tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa keindahan cinta hanya di awal
saja. Awalnya aku setuju dengan argumen tersebut tapi Galih berhasil
membuktikan bahwa argumen tersebut salah. Tiada hari tanpa ku lalui bersamanya,
makan siang, kudapan sore hingga makan malam. Kami pasti merencanakan kuliner
untuk besok, kemana saja jadwal kita besok hingga akhir pekan yang akan diisi
dengan berbagai aktivitas bersama. Begitu seterusnya hingga aku tak mengenali
diriku saat bercermin. Sungguh simbol kemakmuran.
***
Tak
henti-hentinya aku merasa beruntung dengan hadirnya sosok Galih. Berkali-kali
aku membuat yang lain merasa iri dengan perjalanan kami. Jarak rumah nya yang
jauh serta cuaca yang sedang hujan lebat pun sungguh tidak menggoyahkan niatnya
untuk bertemu denganku. Baginya, akan selalu ada jalan keluar untuk bertemu
dengan yang disayangi.
Galih,
terima kasih atas peranmu dua hari ini. Aku terbaring lemah di tempat tidur,
aktivitas kampus membuatku harus istirahat untuk beberapa hari ini. Bubur ayam
di pagi hari, jus buah hingga makan malam tak luput dari perhatiannya. Dia
menemaniku makan sambil berpesan bahwa aku harus sehat. Aku semakin kagum
dengan sosoknya hingga aku lupa aku pernah sangat membencinya tanpa alasan.
“Happy 1st Anniversary Sayang, Long last buat kita. Nanti malam aku
jemput ya, aku sudah ada tempat bagus buat kita dinner” sebuah pesan singkat ku terima. Aku melihat kalender dan
tersenyum. Tak terasa sudah setahun kami bersama. Galih, sosok laki-laki yang
tak pernah bosan membuat kejutan dan merayakan monthsary hingga anniversary. Ku
siapkan baju dan sepatu terbaikku untuk malam ini sambil berkali-kali aku
menatap jam dinding. Aku tidak sabar menunggu malam.
“Akhirnya
kita sampai juga, semoga kamu senang dengan tempatnya” ucapnya sambil
membukakan pintu mobil untukku. Dekorasi restoran dengan sentuhan seni yang
sangat indah dilengkapi dengan live music
menambah keromantisan malam itu. Tak ada pengunjung lain malam ini. Bolehkah
ku minta malam ini tak akan pernah berakhir?
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar