Rabu, 20 April 2016

You don't know how it hurts (PART 1)

     Kadang aku berpikir mengapa kita bisa membenci seseorang tanpa mengenalnya terlebih dahulu, orang bilang itu tidak adil, bagaimana bisa kita menilai seseorang itu buruk padahal mengenalnya saja tidak. Ya, tapi itu yang aku rasakan sejak awal melihatnya di kampus. Masih teringat jelas betapa aku sangat tidak menyukai sosoknya yang bagiku angkuh, cari muka, hanya bisa hidup ber-geng dan hanya berteman dengan orang-orang yang menguntungkan bagi nya maupun status sosialnya di kampus, memandangnya saja aku tak sudi meskipun kami saling tahu kalau kami teman satu angkatan. Terlebih lagi ketika aku tahu sahabatku berteman dekat dengannya, "kenapa sih? kenapa harus berteman juga dengannya? kalian tidak merasakan perasaan benci tanpa alasan?" tanyaku dalam hati. Terdengar sangat tidak adil bukan?
     Hari penentuan ketua angkatan pun tiba. Para kandidatnya sudah dipromosikan dari jauh-jauh hari. Krisna, teman akrabku, Leo si kutu buku yang aku yakin dia krisis pendukung dan terakhir.. Galih, laki-laki yang aku benci tanpa alasan. Siang itu terasa seperti biasa, seakan matahari berada tepat di atas kota pahlawan dan terasa semakin panas ketika kabar itu datang. "Pasti Galih lah yang menang, dia pantas jadi ketua angkatan kita" ucap seorang mahasiswi yang sedang berlalu di depanku. "what? Galih? dia lagi?" pikirku sembari melihat bayangan mereka yang perlahan hilang.
    "Rey, kamu nanti sore ikut voting kan?" Gres, sahabatku, menyapa.
   "Jam berapa sih? jam 16.00 ya? liat nanti deh soalnya ini uda nggak ada jadwal kuliah lagi, mau balik kos dulu, ngantuk"
Sudah bisa ditebak, aku tidak akan datang ke acara tersebut. Bagaimana aku sanggup melihat dia dinobatkan menjadi ketua angkatan? tersenyum palsu saja rasanya tak akan sanggup.
                                                                        ***
     Malam itu terasa dingin sekali sampai aku tidak bisa merasakan luka di tempurung kaki ku. Aku hanya bisa duduk termenung di depan tenda sambil menatap bulan untuk mengobati rasa kecewaku karena tidak bisa menyaksikan perjalanan malam para mahasiswa baru yang sedang ospek. Luka ini membuatku tidak mampu berjalan di malam itu. Sungguh musibah yang sudah direncanakan oleh yang Maha Esa. Dia menghampiriku, duduk disampingku lalu berbaring sebentar dan bangun lagi.
   "Kenapa nggak ikut yang lain buat jaga pos malam?" Galih menyapaku.
  "Nih.........." Aku menunjuk perban yang membalut tempurung kaki ku dan aku harap itu sudah cukup menjelaskan.
   "Habis jatuh? dimana?"
   "iyaa, di belakang tenda panitia"
Keadaan lalu hening, tidak ada pembicaraan lagi diantara kami sampai tahun pun berganti. 
   Waktu berlalu begitu cepat tanpa kita sadari hingga tak terasa sudah 3/4 perjalanan di kampus tercinta ini. Tahun ajaran baru dimulai, tentu saja dengan suasana kelas yang baru. Aku mulai mengamati satu per satu wajah-wajah di sekelilingku, beberapa wajah sudah aku kenal dan beberapa lainnya masih asing. Seiring berjalannya waktu, kelas finance pun semakin akrab. Kami saling bertukar informasi apabila ada tugas yang cukup menguras otak. Semuanya berjalan lancar hingga suatu siang, handphone ku berdering tanda pesan masuk :
   “Hai rey, udah ngerjakan tugas investasi ?” Galih. Ya aku tidak salah baca, itu      chat dari dia. Dalam hati “pasti mau nyontek nih” hahaha.
  “Belum lih, masih coba diselesaikan, case nya susah” balasku.
  “Aku sudah nih Rey, mau aku kirimin? aku dapat contekan dari Ocha, hehe”
  “Boleh deh, kirim email ya,thanks lih”
Jujur, ini cukup aneh bagiku. Ada angin apa tiba-tiba dia bertingkah seperti itu pada ku? Mencoba menghancurkan penilaianku yang terlalu cepat? Dan tak lama kemudian ku terima email dari dia. Wait, di akhir pesan tertulis “traktir aku makan ya sebagai gantinya”.
   Sejak saat itu, tugas pun menjadi alasan kami ngobrol dan tertawa bersama. Lenyap sudah penilaianku yang terlalu cepat tentang nya. Kini di mata ku Galih adalah sosok laki-laki yang sangat humoris, humble, super care ke siapa pun dan low profile. Hal ini membuat aku merasakan kenyamanan.
Tiga tahun aku hidup sebagai anak kos di kota pahlawan, aku tidak pernah hafal peta kota tersebut. Tidak lain dan tidak bukan karena memang dunia ku sebatas kos dan kampus. Galih mengubah hidupku, mengajariku banyak hal dan mengenalkanku pada hal-hal baru. Jiwaku terasa semakin hidup, hari-hari ku terasa semakin cepat untuk ku lalui. Hingga pada akhirnya dia menyatakan cinta. Aku merasakan kebahagiaan layaknya di negeri dongeng dan tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
   Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa keindahan cinta hanya di awal saja. Awalnya aku setuju dengan argumen tersebut tapi Galih berhasil membuktikan bahwa argumen tersebut salah. Tiada hari tanpa ku lalui bersamanya, makan siang, kudapan sore hingga makan malam. Kami pasti merencanakan kuliner untuk besok, kemana saja jadwal kita besok hingga akhir pekan yang akan diisi dengan berbagai aktivitas bersama. Begitu seterusnya hingga aku tak mengenali diriku saat bercermin. Sungguh simbol kemakmuran.
***
            Tak henti-hentinya aku merasa beruntung dengan hadirnya sosok Galih. Berkali-kali aku membuat yang lain merasa iri dengan perjalanan kami. Jarak rumah nya yang jauh serta cuaca yang sedang hujan lebat pun sungguh tidak menggoyahkan niatnya untuk bertemu denganku. Baginya, akan selalu ada jalan keluar untuk bertemu dengan yang disayangi.
            Galih, terima kasih atas peranmu dua hari ini. Aku terbaring lemah di tempat tidur, aktivitas kampus membuatku harus istirahat untuk beberapa hari ini. Bubur ayam di pagi hari, jus buah hingga makan malam tak luput dari perhatiannya. Dia menemaniku makan sambil berpesan bahwa aku harus sehat. Aku semakin kagum dengan sosoknya hingga aku lupa aku pernah sangat membencinya tanpa alasan.
            “Happy 1st Anniversary Sayang, Long last buat kita. Nanti malam aku jemput ya, aku sudah ada tempat bagus buat kita dinner” sebuah pesan singkat ku terima. Aku melihat kalender dan tersenyum. Tak terasa sudah setahun kami bersama. Galih, sosok laki-laki yang tak pernah bosan membuat kejutan dan merayakan monthsary hingga anniversary. Ku siapkan baju dan sepatu terbaikku untuk malam ini sambil berkali-kali aku menatap jam dinding. Aku tidak sabar menunggu malam.
            “Akhirnya kita sampai juga, semoga kamu senang dengan tempatnya” ucapnya sambil membukakan pintu mobil untukku. Dekorasi restoran dengan sentuhan seni yang sangat indah dilengkapi dengan live music menambah keromantisan malam itu. Tak ada pengunjung lain malam ini. Bolehkah ku minta malam ini tak akan pernah berakhir?
                                                                                                                 bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar